AKHLAK TERHADAP MASYARAKAT, ALAM, DAN BANGSA NEGARA
Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Budi Pekerti
oleh
Atri Ulfa Ryani
14129131
Seksi : 14 BB 02
Dosen Mata Kuliah:
Dra. Mayarnimar
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
Semester Januari-Juni 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT, yang telah menjadikan manusia sebagai makhluk sempurna
yang dilengkapi dengan akal pikiran, supaya manusia mampu memanfaatkannya untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kemudian shalawat beserta salam penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah SWT yang bertugas untuk
menyampaikan risalah-Nya sebagai petunjuk dan peringatan untuk manusia.
Penulisan makalah ini menjadi suatu
bahan bagi penulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Budi
Pekerti. Secara umum makalah ini memuat materi tentang Akhlak terhadap Allah,
diri sendiri, dan keluarga. Tim penulis telah berusaha maksimal membuat makalah
ini, walaupun masih ada kekurangan. Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa
menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak yang ikut membantu dalam
penyelesaian makalah ini terutama kepada:
1.
Ibu Dra. Mayarnimar
selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dalam proses
perkuliahan
2.
teman-teman dalam
kelompok yang sudah bekerja keras mengerjakan tugas ini serta pihak-pihak lain
yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Semoga bimbingan dan bantuan yang
telah diberikan, menjadi amal kebaikan disisi Allah SWT. Penulis mengharapkan
kritikan dan saran demi kemajuan penulis dimasa depan. Semoga makalah dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak, baik yang terkait secara langsung maupun
tidak langsung.
Akhir
kata, semoga Allah SWT. selalu memberikan kekuatan dan memberkahi semua amal
baik yang telah kita perbuat. Amin.
Padang, 14 Februari 2016
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PEGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR
ISI ........................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ........................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ...................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan ........................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Akhlak terhadap Masyarakat...................................................... 2
B.
Akhlak terhadap Alam................................................................ 11
C.
Akhlak terhadap Bangsa............................................................. 13
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ................................................................................. 20
B.
Saran ........................................................................................... 20
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam persoalan akhlak, manusia
sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik
serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Kualitas keberagaman justru
ditentukan oleh nilai akhlak.
Dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa maupun bernegara kita sebagai umat yang senantiasa bersosialisasi,
berinteraksi dengan yang lainnya, khususnya umat muslim, sudah sepantasnya kita
menmpilkan akhlak mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para
sahabat beliau. Selain itu, kita juga harus
berakhlak kepada alam. Karena kita dan alam sama-sama makhluk ciptaan-Nya.
Oleh karena
itu, perlunya pembahasan mengenai akhlak terhadap masyarakat, terhadap alam,
dan terhadap bangsa dan Negara agar kita senantiasa berakhlak sesuai aturan
agama-Nya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
akhlak terhadap masyarakat?
2.
Bagaimana
akhlak terhadap alam?
3.
Bagaimana
akhlak terhadap bangsa dan
Negara?
C.
Tujuan
Penulisan
Beranjak
dari rumusan masalah di atas, maka diperolehlah tujuan dari penulisan makalah
ini, yaitu :
1.
Untuk
mengetahui akhlak
terhadap masyarakat.
2.
Untuk
mengetahui akhlak
terhadap alam.
3.
Untuk
mengetahui akhlak
terhadap bangsa dan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Akhlak
terhadap Masyarakat
Akhlak kepada masyarakat adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih
dahulu dalam lingkungan atau kehidupaan. Akhlak kepada
masyarakat mempelajari tentang bagaimana cara kita bertingkah laku di
masyarakat. Tujuan dari kehidupan bermasyarakat diantaranya ialah
menumbuhkan rasa cinta, perdamaian, tolong-menolong, yang merupakan fondasi
dasar dalam masyarakat Islam.
Kehidupan di
masyarakat pastilah akan
menjumpai kegiatan silaturahim. Orang yang berakhlak baik biasanya senang
dengan bertamu atau silaturahim karena ini dapat menguatkan hubungan
sesama muslim. Beberapa
hal kegiatan dalam masyarakat yaitu:
1.
Bertamu
dan menerima tamu
a. Bertamu
Sebelum memasuki rumah, yang bertamu
hendaklah meminta izin kepada penghuni rumah dan setelah itu mengucapkan salam. Dalam (QS. An-Nur 24: 27):
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seorang di antara kamu telah meminta izin tiga kali,
lalu tidak diizinkan, maka hendaklan dia kembali.” (HR. Bukhari Muslim)
Meminta izin kepada pemilik rumah dilakukan maksimal tiga
kali itu memiliki sebab, diantaranya:
1) Ketukan pertama sebagai isyarat
kepada pemilik rumah bahwa telah kedatangan tamu.
2) Ketukan kedua memberikan waktu untuk
membereskan barang-barang yang mungkin berantakan dan menyiapkan segala sesuatu
yang piperlukan.
3) Ketukan ketiga biasanya pemilik
rumah sudah siap membukakan pintu. Akan tetapi bisa saja pada waktu ketukan
kedua pemilik rumah sudah membukakan pintu, tergantung situasi dan kondisi
pemilik rumah.
Namun bila pada ketukan ketingga
tetap tidak dibukakan pintu, kemungkinan pemilik rumah tidak bersedia menerima
tamu atau sedang tidak berada di rumah. Merujuk firman Allah SWT (QS. An-Nur 24:28):
Etika dalam bertamu yaitu sebagai berikut:
1)
Dilarang
untuk Mengintip di Jendela.
Mengintip di jendela ketika hendak
bertamu bukanlah etika yang baik dan ini menunjukkan sikap yang kurang sopan,
jadi hendaknya kita menghindarinya agar si pemilik rumah tidak merasa
terganggu.
2)
Sopan
saat bertamu.
Berlaku sopan/ baik itu merupakan
akhlak seorang muslim. Apabila bertamu maka hendaklah mengucapkan hal-hal yang
baik, berperilaku yang sopan dan ramah agar si tuan sumah tetap merasa nyaman.
3)
Pilihlah
waktu yang tepat dan jangan terlalu lama.
Usahakan bertamu di waktu yang
tepat, misalnya di waktu sore, hindari bertamu di waktu orang lain sedang
istirahat, misalnya tengah malam dan jangan terlalu lama, hal ini dianjurkan
karena dikhawatir justru akan mengganggu aktivitas tuan rumah.
4)
Tidak
merepotkan.
Berbuat baik kepada tamu termasuk
perkara penting yang diwajibkan oleh Rasulullah S.A.W kepada kita. Perbuatan
ini termasuk hak muslim atas muslim lainnya. Termasuk ahklak yang mulia,
Rasulullah S.A.W bersabda:
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, hendaklah ia memuliakan tamu-tamunya dengan memberinya
hadiah. Apa hadiahnya itu ya Rasulullah? Beliau
menjawab (menjamunya sehari semalam, jamuan untuk tamu ialah 3 hari dan
selebihnya adalah sedekah).
b.
Menerima
tamu
Salah satu
akhlak yang terpuji dalam Islam adalah menerima dan memuliakan tamu tanpa
membedakan status sosial. Rasulullah
SAW bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya.
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia
memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika tamu
datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, maka pemilikan rumah atau tuan
rumah wajib menerima dan menjamunya dengan batasan maksimal tiga hari. Apabila
tamu mau menginap lebih dari tiga hari, terserah tuan rumah tetap menjamunya
atau tidak. Rasulullah
SAW bersabda:
“Menjamu tamu itu hanya tiga hari.
Jizahnya sehari semalam. Apa yang dibelajakan untuk tamu diatas tiga hari
adalah sedekah. Dan tidak bolaeh bagi tamu tetapmenginap (lebih dari tiga
hari). Karena
hal itu akan memberatkan tuan rumah.” (HR. Tirmidzi)
Menurut
Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi
kewajiban.
2.
Hubungan
Baik Dengan Tetangga
Memuliakan dan berbuat baik kepada
tetangga adalah perkara yang sangat ditentukan dalam syariat islam, hal ini
juga telah diperintahkan Allah dalam Firman-Nya (QS. An-Nisa:36)
Sebagai seorang muslim yang baik
maka hendaklah kita senantiasa memperlakukan tetangga kita dengan senantiasa
memperhatikan dan memuliakan haknya. Hak seorang tetangga ini dapat
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :
1)
Berbuat
Baik (Ihsan) Kepada Tetangga
Diantar ihsab kepada tetangga adalah
ta’ziah ketika mereka mendapatkan musibah, mengucapkan salam ketika mendapatkan
kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, dan bermuka manis ketika bertemu
dengannya serta membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia
akhirat. Sebagian ulama berkata, kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada
4 hal, yaitu :
a. Senang dan bahagia dengan apa yang
dimilikinya
b. Tidak tamak untuk memiliki apa yang
dimilikinya
c. Mencegah gangguan dengannya
d. Bersabar dari gangguangnya
e. Sabar menghadapi gangguan tetangga
2) Menjaga dan Memelihara Tetangga
Imam Ibnu Abi Jamroh berkata,
menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman orang jahiliyah dahulu sangat
menjaga hal ini melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka
ragam sesuai kemampuan, seperti salam, bermuka manis ketika bertemu, menahan
sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macam nya, baik jasmani dan
rohani.
3)
Tidak
Mengganggu Tetangga
Telah dijelaskan diatas kedudukan
tetatngga yang tinggi dan hak-haknya yang terjaga di dalam islam. Rasulullah
Saw memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga, sebagaimana dalam
sabdanya yaitu:
“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya” (HR.Muslim).
3. Adab Pergaulan Dengan Lawan Jenis
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam bergaul dengan lawan jenis, diantaranya yaitu :
a.
Senantiasa
menundukkan pandangan.
Menundukkan pandangan adalah suatu
hal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw karena sesungguhnya dengan
menundukkan pandangan, akan menjadi sebab Allah ridha kepadanya, dan akan
senantiasa membuat qalbunya tentram. Sebab mata adalah cerminan qalbu. (An-Nur
: 30)
Syaikhul islam Ibnu Tamuan berkata
mengenai ayat ini, Allah Swt menjadikan sikap menundukkan pandangan dan menjaga
kemaluan sebagai upaya paling kuat untuk membersihkan jiwa itu mencakup
hilangnya segala keburukan berupa perbuatan keji, kezaliman, kesirikan,
kedustaan, dsb.
“Wahai Ali, janganlah engkau turutkan pandangan (pertama)
dengan pandangan (ke-2) karena engkau berhak (yakin tidak berdosa) pada
pandangan (pertama) tetapi tidak hak pada pandangan ke dua” (HR. Abu Daud,
Tirmizi).
b. Menjaga hijab/ tidak berkhalwat
Hal yang kedua yang harus kita
perhatikan dalam bergaul dengan lawan jenis adalah agar kita senantiasa menjaga
hijab, tidak terlalu bercampur baur dengan lawan jenis agar kita senantiasa
menjaga dijauhkan dari fitnah. Selain itu, kita dilarang untuk berkhalwat atau
berduan dengan lawan jenis.
“Janganlah laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan
kecuali bersama mahrom” (HR. Muslim).
Selain itu, di hadits lain yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Hakim, Rasulullah Saw bersabda “Ketahuilah
tidaklah seorang laki-laki menyendiri dengan seorang wanita kecuali yang ke
tiga adalah syaitan.” Dan di hadits lainpun dikatakan bahwa “Siapa
saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangnlah sekali-kali
menyendiri dengan perempuan lain yang tidak disertai mahramnya. Karena ditempat
yang sepi itu ada setan yang senantiasa mengajak berbuat zina” (al-hadits).
Kita juga dilarang untuk bersentuhan
dengan lawan jenis karena itulah kita harus senantiasa memberi batasan dalam
bergaul dengan mereka, hindari hal-hal yang bisa membuat kita saling bercampur
baur dan bersentuhan dengan lawan jenis. Dari Aisyah ra, “Rasulullah
S.a.w tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita kecuali yang dimiliki” (HR. Bukhari).
Dan suatu kecelakaan besar, apabila menyepelekan hal seperti
ini sesungguhnya ditusukkan kepada salah seorang diantara kamu dengan jarum
besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya (HR. Baihaqi,
Ath-Tabrani)
Rasulullah pun mengabarkan kepada
umat manusia agar senantiasa berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis
karena dapat membuka pintu fitnah. “Tidaklah ku tinggalkan setelahku suatu
fitnah yang lebih berbahaya laki-laki melainkan fitnah yang datang dari
wanita”. (HR. Muttafaqun Alaih)
c. Berkomunikasi untuk hal yang penting
saja.
Untuk menghindari timbulnya perasaan
saling mengagumi maka dianjurkan untuk membatasi pergaulan dengan lawan jenis.
Cukuplah berkomunikasi untuk hal-hal yang penting dan hindari kebiasaan
bercanda dengan lawan jenis karena ini bisa menimbulkan rasa kagum yang akan
berujung pada rasa cinta. Dan kemungkinan terbesar, cinta ini adalah cinta yang
hanya berlandas pada nafsu dan akan menodai kesucian cinta itu. Oleh sebab itu,
kita harus senantiasa bersikap wara’ dalam bergaul dengan lawan jenis.
4. Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah Islamiyah bisa diartikan
sebagai persaudaraan di antara umat islam, dimana persaudaraan diantara seorang
muslim diibaratkan sebagai bangunan yang kokoh yang sedang menguatkan. Sebagai
umat islam, ada hal-hal yang harus ditunaikan anatar sesama umat islam
sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam sabdanya:
“Apabila engkau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam,
apabila ia mengundangmu, penuhilah, apabila dia meminta nasehat kepadamu
berilah nasehat, apabila dia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, ucapkanlah
Yarhamukallah, apabila dia sakit, jenguklah dan apabila dia meninggal dunia,
antarkanlah jenazahnya” (HR. Bukhari Muslim)
Jadi, ada 6 hak seorang muslim
sebagaimana yang disebutkan dalam hadits diatas, yaitu:
1.
Apabila
engakau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata
bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Kalian tidak akan masuk surga, kecuali dengan beriman.
Kalian tidak akan beriman, kecuali dengan saling mencintai. Maukah kalian aku
tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian lakukan, maka kalian akan saling
mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!” (HR. Muslim)
Selain itu, kita dianjurkan untuk
saling memberi salam tidak hanya kepada orang-orang yang kita kenal saja tetapi
begitupun dengan orang yang belum kita kenal. Dari Abdullah ibn Amr r.a., “Seorang
pemuda bertanya kepada Rasulullah saw, ‘Apa yang terbaik dalam islam?’
Rasulullah menjawab, ‘Memberi makan (orang miskin) dan mengucapkan salam kepada
yang engkau kenal atau yang tidak engkau kenal.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Salam merupakan salah satu dari
nama-nama Allah, menyebarkan salam berarti banyak menyebut Allah, sebagaimana
difirmankan oleh Allah, sebagaimana difirmankan oleh Allah,
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,
Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”(QS. AL-Ahzab: 35)
2. Apabila ia mengundangmu penuhilah
Dari Ibnu Umar Ibnu Umar ra.,
Rasulullah saw bersabda “Penuhilah undangan jika kalian diundang (HR.
Muslim) dan di hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., Rasulullah
bersabda “Jika seorang diantara kamu diundang maka hendaklah ia
menghadirinya jika dia sedang berpuasa maka doakanlah dan kalau tidak berpuasa
hendaklah dia makan.” (HR. Muslim No.78)
Dari Jabir Abdullah ra, ia berkata
“Rasulullah saw bersabda:
“Bila
salah seorang di antara kamu diundang ke suatu jamuan makan, maka hendaklah ia
memenuhinya. Bila ia menghendaki dapat memakannya, dan bila menghendaki apat
membiarkannya”
3.
Apabila
dia minta nasehat maka nasehatilah
Menurut istilah syar’i, Ibnu
al-Atsir menyebutkan, “Nasehat adalah sebuah kata yang mengungkapkan suatu
kalimat yang sempurna, yaitu keinginan (memberikan) kebaikan kepada orang yang
dinasehati. Makna tersebut tidak bisa diungkapkan hanya dengan satu kata,
sehingga harus bergabung dengannya kata yang lain” (An-Nihayah (V/62).
Ini semakna dengan defenisi yang disampaikan oleh Imam Khaththabi. Beliau
berkata, “Nasehat adalah sebuah kata yang jami‘ (luas maknanya) yang berarti
mengerahkan segala yang dimiliki demi (kebaikan) orang yang dinasihati. Ia
merupakan sebuah kata yang ringkas (namun luas maknanya). Tidak ada satu kata
pun dalam bahasa Arab yang bisa mengungkapkan makna dari kata (nasehat) ini,
kecuali bila digabung dengan kata lain.” (I’lamul-Hadits (I/189-190)
danSyarah Shahih Muslim (II/32-33), lihat Fathul Bari (I/167)).
Suatu keharusan bagi setiap umat manusia untuk selagi
menasehati dalam kebaikan, selagi mengajak kepada yang ma’ruf dan selalu
mengingatkn ketika saudaranya khilaf. Firman Allah dalam al-qur’an (QS. An-Nahl:125) :
Didalam hadits Rasulullah, di
jelaskan beberapa tahap dalam menasehati dan hendaklah kita mengikuti agar bisa
mendapat kemuliaannya, sabda Rasulullah “Barangsiapa yang melihat
perkara mungkar, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya. Jika tidak
mampu, maka dengan hatinya, maka hal yang terakhir ini sebagai pertinda
selemah-lemahnya iman.”(HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi).
Dan sungguh mulia kedudukan orang
yang menunjukkan jalan kebaikan, maka dari itu hendaklah kita selalu
mengingatkan. Karena orang yang mengingatkan akan mendapat pahala sebagaimana
hadit Rasulullah “Barangsiapa yang menunjukkan jalan kebaikan, ia akan
memperoleh pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR.Muslim).
4. Apabila dia bersin dan mengucapkan
Alhamdulillah maka ucapkanlah Yarhamukallah
Dari Ali ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah
mengucapkan alhamdulillah, dan hendaknya saudaranya mengucapkan untuknya
yarhamukallah. Apabila ia mengucapkan kepadanya yarhamukallah, hendaklah ia
(orang yang bersin) mengucapkan yahdii kumullah wa yushlihu balaakum (artinya =
Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR.Bukhari)[10]
5. Apabila dia sakit,
jenguklah
Ada pahala yang besar dalam
perbuatan ini dan menjenguk orang yang sakit sangat dinjurkan. Rasulullah
bersabda,
“Barangsiapa menjenguk orang yang sakit, maka ia akan selalu
berada dalam kebun surga.” Orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang
dimaksud dengan kebun surga itu?” Rasulullah menjawab, “Buah-buahnya.” (HR.Muslim)
6. Apabila dia meninggal dunia
antarkanlah jenazahnya
“Barangsiapa yang mengantarkan jenazah seorang islam dengan
rasa Iman dan karena Allah sematadia menghadirinya sampai di shalati dan sampai
selesai penguburannya, maka ia telah kembali dengan mendapat dua qirath
tiap-tiap qirat itu semisal besarnya gunung uhud.” (HR. Bukhari)
Nafi’ berkata, “Diceritakan
kepada Ibnu Umar bahwa Abu Hurairah berkata, “Barangsiapa yang mengiringkan
jenazah, maka ia mendapatkan satu qirath.’ Ibnu Umar berkata, ‘Abu Hurairah
terlalu banyak mengatakannya kepada kami.’ Lalu Aisyah membenarkan Abu Hurairah
seraya berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda begitu.’ Kemudian Ibnu Umar
berkata, ‘Sungguh kami telah mengabaikan banyak qirath.”
B.
Akhlak
terhadap Alam
Alam ialah
segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi beserta isinya, selain Allah.
Allah melalui Al quran mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam semesta
beserta isinya.
Manusia
sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk mengelola bumi dan mengelola
alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta
kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu, manusia mempunyai tugas dan
kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikannya dengan baik. Ada kewajiban
manusia untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Ini didasarkan kepada hal-hal
sebagi berikut :
a. Bahwa
manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi.
b. Bahwa alam
merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan oleh al quran.
c. Bahwa Allah
memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian alam yang bersifat umum
dan yang khusus.
d. Bahwa Allah
memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari
alam, agar kehidupannya menjadi makmur.
e. Manusia
berkewajiban mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan di muka bumi.
1.
Alam
Sebagai Karunia Allah SWT
Akhlak
kepada lingkungan adalah perilaku atau perbuatan kita terhadap lingkungan,
Akhlaq terhadap lingkungan yaitu manusia tidak dibolehkan memanfaatkan sumber
daya alam dengan jalan mengeksploitasi secara besar-besaran, sehingga timbul
ketidak seimbangan alam dan kerusakan bumi.
Predikat
manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, disamping mengandung makna
kewajiban manusia menegakkan hukum Tuhan di muka bumi juga mengandung arti hak
manusia mengelola alam sebagai fasilitasnya. Apakah alam, laut, udara dan bumi
memberi manfaat kepada manusia atau tidak bergantung kepada kemampuannya
mengelola alam ini. Banjir, kekeringan, tandus, polusi dan sebagainya sangat
erat dengan kualitas pengelolaan manusia yang tidak bertanggung jawab atas
alam.
Tanggungjawab artinya, setiap
keputusan dan tindakan harus diperhitungkan secara cermat implikasi-implikasi
yang timbul bagi kehidupan manusia dengan memaksimalkan kesejahteraan dan
meminimalkan mafsadat dan mudharat. Setiap keputusan mengandung
implikasi-implikasi positif dan negatif, yang mendatangkan keuntungan dan yang
mendatangkan kerugian. Jika peluangnya berimbang, maka mencegah hal yang
merusak harus didahulukan atas pertimbangan keuntungan (dar'u al mafasid
muqaddamun 'al/1 jalb al masalih). Contohnya: menebang hutan itu mudah dalam
menambah keuangan negara, tetapi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat
penebangan hutan lebih berat dan lebih mahal biaya rehabilitasinya dibanding
keuntungan yang diperoleh.
2.
Memelihara
kebersihan dan kesehatan lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah
kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan berbagai sarana umum. Tingkat
kebersihan berbeda-beda menurut tempat dan kegiatan yang dilakukan manusia.
Kebersihan di rumah berbeda dengan kebersihan kamar bedah di rumah sakit,
sedangkan kebersihan di pabrik makanan berbeda dengan kebersihan di pabrik
semikonduktor yang bebas debu.
Problem
tentang kebersihan lingkungan yang tidak kondusif dikarenakan masyarakat selalu
tidak sadar akah hal kebersihan lingkungan. Tempat pembuangan kotoran tidak
dipergunakan dan dirawat dengan baik. Akibatnya masalah diare, penyakit kulit,
penyakit usus, penyakit pernafasan dan penyakit lain yang disebabkan air dan
udara sering menyerang golongan keluarga ekonomi lemah.
3.
Cara
memelihara kebersihan & kesehatan lingkungan:
Dimulai
dari diri sendiri dengan cara memberi contoh kepada masyarakat bagaimana
menjaga kebersihan & kesehatan lingkungan, Selalu Libatkan tokoh masyarakat
yang berpengaruh untuk memberikan pengarahan kepada masyarakat akan pentingnya
menjaga kebersihan & kesehatan lingkungan, Sertakan para pemuda untuk ikut
aktif menjaga kebersihan & kesehatan lingkungan, Perbanyak tempat sampah di
sekitar lingkungan anda, reboisasi, pekerjakan petugas kebersihan lingkungan
dengan memberi imbalan yang sesuai setiap bulannya, Sosialisakan kepada
masyarakat untuk terbiasa memilah sampah rumah tangga menjadi sampah organik
dan non organic, Pelajari teknologi pembuatan kompos dari sampah organik agar
dapat dimanfaatkan kembali untuk pupuk, Kreatif, Dengan membuat souvenir atau
kerajinan tangan dengan memanfaatkan sampah, Atur jadwal untuk kegiatan kerja
bakti membersihkan lingkungan.
4.
Cara
Menyikapi Bencana Alam
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah : 153)
Artinya : “Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya......” (Q.S Al-baqarah :
286)
C.
Akhlak
Berbangsa
Modernisasi zaman yang
semakin berkembang dari waktu ke waktu menuntut manusia untuk memahami akhlak
secara esensial, dalam arti bahwa manusia memahami akhlak bukan hanya sebagai
sikap/perilaku saja. Melainkan, akhlak tersebut di implementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Akhlak dalam berbangsa
perlu untuk disadari oleh kita agar kita dapat menjadi semakin sensitif
terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara kita. Hal ini didorong
dengan kekhawatiran akan bobroknya generasi kita, apabila tidak dibekali dengan
pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk menjalani kehidupan kedepannya
ia akan terombang-ambing. Berikut merupakan akhlak dalam berbangsa:
1.
Musyawarah
Kata ( شورى ) Syûrâ terambil dari kata ( شاورة- مشاورة- إستشاورة) menjadi ( شورى ) Syûrâ. Kata Syûrâ bermakna
mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan menghadapkan satu
pendapat dengan pendapat yang lain.Dalam Lisanul ‘Arab berarti memetik dari
serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari kalimat (شرت العسل) saya mengeluarkan madu dari
wadahnya.
Berarti mempersamakan
pendapat yang terbaik dengan madu, dan bermusyawarah adalah upaya meraih madu
itu dimanapun ia ditemukan, atau dengan kata lain, pendapat siapapun yang
dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang menyampaikannya. Musyawarah
dapat berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu.
Adapun salah satu ayat
dalam Al – Qur’an yang membahas mengenai Musyawarah adalah surah Al-Syura ayat
38:
وَالَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang
menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Musyawarah sangat diperlukan untuk dapat
mengambil keputusan yang paling baik disamping untuk memperkokoh rasa persatuan
dan rasa tanggung jawab bersama . Ali Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam
musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu, mengambil kesimpulan yang benar,
mencari pendapat, menjaga kekeliruan, menghindari celaan, menciptakan
stabilitas emosi, keterpaduan hati, mengikuti atsar.
2.
Menegakkan Keadilan
Istilah keadilan
berasal dari kata ‘adl (Bahasa Arab), yang mempunyai arti antara lain sama dan
seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi
sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau kelompok.
Dengan status yang sama.
Dalam pengertian
kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang dengan
kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya.
a.
Perintah Berlaku Adil
Di dalam Al-Qur’an
terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia berlaku adil dan
menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada yang khusus
dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya yang terdapat dalam
Quran surah An-Nahl ayat 90 yaitu:
“Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”. (QS. An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang
bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (QS. An-Nisa’ 4:
58); adil dalam mendamaikan konflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil terhadap musuh
(QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’ 4:3 dan 129); dan
adil dalam berkata (QS. Al-An’am 6:152).
b.
Keadilan Hukum
Islam mengajarkan
bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat dalam hukum, tidak
ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial, ekonomi, politik
dan lain sebagainya. Allah menegaskan:
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS.
An-Nisa’4:58).
c.
Keadilan dalam Segala Hal
Disamping keadilan
hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama orang-orang yang
beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap diri
dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada musuh
sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. Mari kita perhatikan beberapa
nash berikut ini :
1)
Adil terhadap diri sendiri
2) Adil terhadap isteri
dan anak-anak
3) Adil dalam mendamaikan
perselisihan
4) Adil dalam berkata
5) Adil terhadap musuh
sekalipun
3.
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Secara harfiah amar
ma’ruf nahi munkar (al-amru bi ‘l-ma’ruf wa ‘n-nahyu ‘an ‘l-munkar) berarti
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
Ma’ruf secara
etimologis berarti yang dikenal, sebaliknya munkar adalah sesuatu yang tidak
dikenal. Yang menjadi ukuran ma’ruf atau munkarnya sesuatu ada dua, yaitu agama
dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau salah
satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, begitu juga
sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah munkar. Dalam hal ini Allah
menjelaskan:
“Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9:71)
Dalam ayat diatas juga
dapat kita lihat bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi munkar tidak hanya dipikulkan
kepada kaum laki-laki tapi juga kepada kaum perempuan, walaupun dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan kodrat dan fungsi masing-masing.
Jika umat Islam ingin
mendapatkan kedudukan yang kokoh di atas permukaan bumi, disamping mendirikan
shalat dan membayar zakat mereka harus melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Allah
SWT berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.”(QS. Al-Haji 22:41)
4.
Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin
Al-Qur’an menjelaskan
bahwa Allah SWT adalah pemimpin orang-orang yang beriman :
“Allah Pemimpin
orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.
Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka adalah thaghut, yang
mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni
neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah 2:257)
Azh-zhulumat
(kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol dari segala bentuk kekufuran,
kemusyrikan, kefasikan dan kemaksiatan. Atau dalam bahasa sekarang azh-zhulumat
adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan ajaran
Islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme, liberalisme, materialisme,
hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan an-Nur adalah simbol dari ketauhidan,
keimanan, ketaatan dan segala kebaikan lainnya.
At-thaghut adalah
segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah SWT dan dia suka
diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid Qutub, Thaghut adalah
segala sesuatu yang menentang kebenaran dan melanggar batas yang telah
digariskan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya. Dia bisa berbentuk pandangan hidup,
peradaban dan lain-lain yang tidak berlandaskan ajaran Allah SWT.
a.
Kriteria Pemimpin dalam Islam
Pemimpin umat atau
dalam ayat diatas di istilahkan dengan waliy dan dalam ayat lain (Q.S An-Nisa
4:59) disebut dengan Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW
setelah beliau meninggal dunia .
Orang – orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al – Maidah ayat 55 .
Orang – orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat Al – Maidah ayat 55 .
1)
Beriman kepada Allah SWT. Karena Ulil Amri adalah penerus
kepemimpinan Rasulullah SAW, sedangkan Rasulullah sendiri adalah pelaksana
kepemimpinan Allah SWT, maka tentu saja yang pertama kali harus dimiliki
penerus beliau adalah Keimanan. Tanpa Keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya
bagaimana mungkin pemimpin dapat diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah
diatas permukaan bumi ini.
2) Mendirikan
Shalat. Shalat adalah ibadah Vertikal langsung kepada Allah SWT. Seorang
pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertical yang baik
dengan Allah SWT . Diharapkan nilai – nilai kemuliaan dan kebaikan yang
terdapat dalam shalat dapat tercermin dalam kepemimpinannya.
3) Membayarkan
Zakat. Zakat adalah ibadah madhdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian
sosial. Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu berusaha mensucikan
hati dan hartanya. Dia tidak mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak
halal (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ). Dan lebih dari pada itu dia memiliki
kepedulian social yang tinggi terhadap kaum dhu’afa dan mustadh’afin . Dia akan
menjadi pembela orang-orang yang lemah.
4) Selalu Tunduk Patuh
kepada Allah SWT. Dalam ayat diatas disebutkan pemimpin itu haruslah orang
selalu ruku’. Ruku’ adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya yang secara konkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim
yang kaffah , baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun muamalat.
Aqidahnya benar, ibadahnya tertib, dan sesuai tuntutan Nabi, akhlaknya terpuji,
dan muamalatnya tidak bertentangan dengan syariat.
Kesusilaan adalah peraturan hidup
yang berasal dari suara hati manusia. Kesusilaan mendorong manusia untuk
kebaikan akhlaknya. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam
hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri
seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain.
1. Pembangunan Moral dan Akhlak Bangsa.
Keberhasilan dan kegagalan suatu negara terletak pada sikap dan prilaku dari
seluruh komponen bangsa, baik pemerintah, DPR (wakil rakyat), pengusaha,
penegak hukum dan masyarakat. Apabila moral etik dijunjung oleh bangsa kita
maka tatanan kehidupan bangsa tersebut akan mengarah pada kepastian masa depan
yang baik, dan apabila sebaliknya maka keterpurukan dan kemungkinan dari
termarjinalisasi oleh lingkungan bangsa lain akan terjadi.
2. Memperbaiki Diri Sebelum Memperbaiki
Sistem. Di antara prioritas yang dianggap sangat penting dalam usaha perbaikan
(ishlah) ialah memberikan perhatian terhadap pembinaan individu sebelum membangun
masyarakat; atau memperbaiki diri sebelum memperbaiki sistem dan institusi.
Yang paling tepat ialah apabila kita mempergunakan istilah yang dipakai oleh Al
Qur'an yang berkaitan dengan perbaikan diri ini; yaitu: (QS. Ar-Ra'd: 11)
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar
bagi setiap usaha perbaikan, perubahan, dan pembinaan sosial. Yaitu usaha yang
dimulai dari individu, yang menjadi fondasi bangunan secara menyeluruh.
3. Akhlakul Karimah dalam Kehidupan
Modern. Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media, revolusi iptek
tidak hanya mampu menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyamanan hidup bagi
manusia modern, melainkan juga mengundang serentetan permasalahan dan
kekhawatiran. Teknologi multimedia misalnya, yang berubah begitu cepat sehingga
mampu membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak terbatas ragamnya, serta
lebih mudah dan enak untuk dinikmati. Namun, di balik semua itu, sangat
potensial untuk mengubah cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat
merambah ke bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma susila. Dengan
otoritas yang ada pada akhlakul karimah, seorang muslim akan berpegang kuat
pada komitmen nilai. Komitmen nilai inilah yang dijadikan modal dasar
pengembangan akhlak, sedangkan fondasi utama sejumlah komitmen nilai adalah
akidah yang kokoh, Akhlak, pada hakekatnya merupakan manifestasi akidah karena
akidah yang kokoh berkorelasi positif dengan akhlakul karimah.
4. Makna Amanah Dalam Konteks Akhlak
Bangsa. Dari segi bahasa, amanah ada hubungannya dengan iman dan aman. Artinya
sifat amanah itu dasamya haruslah pada keimanan kepada Alloh SWT, dan
dampak dari sifat amanah, atau pelaksanaan dari hidup amanah itu akan
melahirkan rasa aman, rasa aman bagi yang bersangkutan dan rasa aman bagi
orang lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak kepada masyarakat adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih
dahulu dalam lingkungan atau kehidupaan. Akhlak kepada
masyarakat mempelajari tentang bagaimana cara kita bertingkah laku di
masyarakat. Tujuan dari kehidupan bermasyarakat diantaranya ialah
menumbuhkan rasa cinta, perdamaian, tolong-menolong, yang merupakan pondasi
dasar dalam masyarakat Islam.
Alam ialah
segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi beserta isinya, selain Allah.
Allah melalui Al quran mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam semesta
beserta isinya. Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah
untuk mengelola bumi dan mengelola alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi
untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu,
manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni
melestarikannya dengan baik.
Akhlak dalam berbangsa
perlu untuk disadari oleh kita agar kita dapat menjadi semakin sensitif terhadap
persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara kita. Hal ini didorong dengan
kekhawatiran akan bobroknya generasi kita, apabila tidak dibekali dengan
pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk menjalani kehidupan kedepannya
ia akan terombang-ambing.
B.
Saran
Sebagai
makhluk Allah, sudah semetinya kita harus berakhlak kepada masyarakat, alam,
dan bangsa Negara sebagai wujud syukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya
kepada kita. Oleh karena itu implementasikanlah akhlak itu dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih luas lagi, maka penulis menyarankan kepada
pembaca untuk dapat mengkaji lebih dalam lagi mengenai materi akhlak ini, agar
ditemukan hakikat akhlak yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
M. Yatimin. (2007). Studi Akhlak dalam Perspektif Islam. Jakarta : AMZAH.
Anwar,
Rosihan. (2008). Akidah Akhlak.
Bandung : Pustaka Setia.
Asmaran.
(1999). Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Lembaga Studi Islam dan
Kemasyarakatan.
Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya.
Mustofa,
Ahmad. (1997). Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia.